Ini Tentang Ummi
Ini tentang Ummi….
Ummi…
katanya cewek ga bagus ya kalau gendut? Kata ummi, aku tidak boleh lebih gendut
atau lebih kurus, karena begini sudah bagus. Tapi aku merasa perlu kurus
sedikit lagi ummi.. aku merasa agak gendut. Boleh ya? Tapi bagaimana bisa,
setiap kali niat untuk tak makan malam. Ummi pasti kasih makanan terus. Ya sudah
ku makan saja.hehheh...
Oh
iya… kari ayam dan martabak telur buatan ummi juga enak. Mekipun perutku sudah
kenyang akibat lebaran hari itu tapi makanan dari ummi tak mungkin tak kumakan. Meski
setelah makan, perasaanku jadi sedih karena ingat rumah. Ingat mamaku ummi. Tapikan
ummi pernah bilang aku harus menganggap ummi seperti mamaku ya? Sejak itu aku menganggpnya
demikian. Meskipun aku tidak pernah mudah menerima orang baru dihidupku, tapi
dengan ummi, aku menuruti itu. Mungkin karena ini baru pertama kalinya aku tinggal
sendiri, dengan sambutan baik ummi, itu menguatkan aku. Meskipun akhir-akhir
ini aku suka nangis tengah malam tanpa sebab, mungkin perasaan kesepianku
berlebihan. Atau karena aku sendirian jadi aku lebih peka dengan kesedihan
sekitar. Entahlah, tapi disapa ummi, dan orang-orang yang ada dilingkungan baruku
itu aku merasa selalu ada energi baik walaupun dari hal yang sangat sederhana.
Ummi...
bakso yang tadi malam ummi kasih, maaf ya tidak ku makan, soalnya kenyang pake
plus-plus, baru makan dirumah teman, masih suasana hari raya. Tapi tenang,
tetap kucicipi dan ku makan baksonya, mie nya tidak ummi, maaf ya.
Ummi..
tadi malam aku tidak bisa tidur cepat, bisanya tidur jam 12 malam,tapi
semalam sampai hampir jam 2 belum bisa tidur. Jam 12 lewat sekian, aku
dengar rumah ummi ramai, aku dengar anak laki-laki ummi meninggikan suara. Perasaan ku tidak enak ummi, aku mengetik pesan singkat untuknya, tapi aku takut itu
menggagu karena itu urusan keluarga jadi aku mengurungkan niat itu. Lama-lama
kelamaan hening kembali. akhirnya mencoba tidur karena tahu besok harus
bekerja. menyetel alarm jam 07.00 pagi. Kebetulan sedang berhalangan, jadi
tidak perlu bangun subuh. Tapi andaikan aku sedang sholat ummi, mungkin aku bertemu ummi lebih cepat ya? Menemani satu-satunya anak ummi. Pagi tadi, alarmku
belum saatnya berbunyi, seseorang mengetuk pintu kamarku, dia bilang umi sudah tiada. Aku tidak bisa mencerna kalimatnya karena baru bangun, tapi hatiku
hancur lebih dulu ummi. Aku diam beberapa saat. Lalu aku mendengar anak
laki-laki ummi menangis. Tapi aku masih tidak percaya sama sekali. aku bergegas
kerumah ummi.
27
Mei 2020, aku kerumahmu dengan perasaanku yang tak karuan. Ah.. ini bagaimana bisa aku malah melihat ummi ada dua? Satunya sedang
tersenyum dalam foto, dan satunya lagi sedang terbujur kaku disampingnya. Aku ingin
teriak ummi, memanggil ummi, atau tersedu seperti anak laki-laki ummi itu. Tapi tidak
ummi, aku tidak pernah menangis didepan umum. Bahkan ketika sedih sekali.
kecuali kalau tak bisa lagi menahannya. Pagi tadi aku masih bisa menahannya
didepan umum, mungkin karena aku masih tidak percaya ummi tidak ada. Tapi saat
kembali kekamar… aku tidak bisa lagi. Kok bisa ummi? Kok bisa aku tak jadi
menanyai anak ummi. Padahal aku mendengarnya berteriak. Kok bisa aku menghapus
pesan yang harusnya ku kirim? Kok bisa aku mengurungkan niat untuk membuka
pintu dan mengecek rumah ummi? Andaikan semuanya ku lakukan ummi, aku pasti masih
bisa menjaga dan menemani ummi, bertemu ummi sekedar mengucap kalimat selamat
tinggal atau terimakasih. Meskipun aku selalu tak suka rumah sakit, tapi untuk
ummi, pasti aku akan kesana.
Sayangnya tuhan tidak mengizinkan traumaku terhadap
rumah sakit makin besar. Allah membuat ku lelap hingga siang. Menatap anak
laki-laki ummi yang biasanya ku lihat tersenyum manis sekali, mendengarnya
memanggil ummi dengan nada tawa, atau melihat Aba yang biasanya rajin
membersihkan saat dia ada dirumah, atau melihat anak tinggal ummi yang biasanya
ceria mengantarkan makanan untuk ku, hari ini mereka semua murung ummi, menangis
tersedu-sedu, terisak sedalam-dalamnya sambil menatapmu lekat. hatiku sakit
sekali melihat pemandangan hari ini. Aku tidak tahan ada disana ummi, aku tak
lama disampingmu. Aku kembali ke kamar lalu terisak sendiri Aku harus tetap kekantor,
barangkali kesedihanku bisa sedikit hilang kalau aku ke kantor dan memikirkan pekerjaanku. Baru sampai kantor
perasaanku sama sekali tak berubah. Hancur sekali. aku pulang kembali menemuimu,
duduk menatapmu. Makin banyak orang yang datang, aku bahkan tak mengenal mereka
siapa, hanya beberapa kawan yang kebetulan aku mengenalnya. Aku tak beranjak
sedikitpun dari sana. Hanya menatapmu, aku tidak mengaji. Karena aku bahkan sedang tak
sholat. Besok ya umi.
Aku
tahu umi, kesedihan dalam hati anak laki-lakimu, keluarga besarmu, mungkin
lebih besar dari aku yang baru
mengenalmu dalam 2 bulan ini. Entahlah, perasaanku sedih sekali. padahal
aku tak pernah secepat ini menerima orangbaru dihidupku, apalagi merasa
kehilangan. Tapi denganmu perasaanku beda sekali. mungkin itu karena ketulusan
dan kebaikan hatimu. aku menulis ini di kantorku. Aku sudah kembali kekantor
setelah istirahat siang. Tapi aku tidak berhenti menyeka lelehan dari mataku saat menulis ini. Perasaanku
tertinggal dirumahmu. Pikiranku, mungkin juga jiwaku. Hanya ragaku disini. Tadi
aku masih melihat anak laki-lakimu menangis, aku tidak akan melarangnya,
apalagi menghiburnya, akan ku biarkan dia menangis dan bersedih hari ini, memang
harus begitu, tak perlu dia berpura-pura tegar dan kuat. Akan aku biarkan dia
tersedu, terisak, bahkan berteriak kalau perlu. Tidak boleh ada yang protes
bahkan dunia harus sepakat atas itu. Tidak ada kesedihan yang lebih dalam dari
ini untuknya, tidak ada seorangpun yang mengalahkan buruknya hari ini baginya. Jadi
izinkan aku untuk hanya menatapnya menangis, merasakan kesedihannya. Tanpa mengatakan
kata sabar, aku tahu itu pasti bahkan tak berguna untuk orang paling sedih ini.
Aku hanya akan memperhatikan dia tetap makan meskipun tak lapar, meski sejak
pagi aku juga hanya memakan ketupat setengah dikantor, karena sungguh rasa
lapar benar-banar hilang dariku. Akupun akan menyuruhnya tidur dan
beristirahat karena dia bahkan tidak terlelap sejak semalam, tapi dia tak bisa
tidur, rasa sedihnya lebih besar dari kantuknya. Aku akan disana membantu
mempersiapkan banyak hal. Mengkin nanti juga akan mencoba memperhatikan
keluarga ummi dengan lebih baik, meski aku bukan orang yang pandai menampilkan
rasa peduli, akan ku coba. Meski aku tidak tahu bagaimana rumah ummi nanti tanpa
ummi.
Ummi
… aku kan belum sempat belajar masak, membuat mie goreng yang katanya mudah itu. aku juga sudah
tidak bisa mencicipi masakanmu lagi. Atau mendengarkanmu bercerita tentang anak
cucumu, atau menonton video lucu dihp ummi, lalu kita akan tertawa.
Ah..
terimakasih sudah mengizinkan aku memanggilmu ummi, sama seperti anak-anakmu. Terimakasih
Karena memintaku untuk menganggap ummi seperti mamaku. meskipun karena itu pula, aku kehilangan sekali.Terimakasih untuk
makanan-makanan yang ummi masak, terimakasih juga untuk kebaikan-kebaikan ummi
semuanya. Sayangnya, aku hanya bisa mengucapkan itu lewat tulisanku, bukan
lisanku.
Selamat
jalan ummi, ummi sudah tidak sakit lagi. Aku mungkin akan mengingatkan anak ummi
itu untuk selalu mendoakan ummi, karena doa anak sholeh tak terhalang apapun,
kan kata ummi dia anak yang taat agama, dan mencintai Allah, rajin sholat meskipun
kadang telat ya ummi. Hehehe.....
Jadi pasti doanya sampai ke Allah
lebih cepat.
Terimakasih dan selamat jalan ummi sekali lagi. Aku
menulis sampai sini saja. Sudah Tak sanggup. Sampai bertemu dalam doa-doaku.
MWD
Komentar
Posting Komentar